Rabu, 03 September 2014

PEMERINTAH ABAIKAN RUU NELAYAN

JAKARTA - Perwakilan nelayan Sulawesi Tenggara mendesak pemerintah segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan sebagai payung hukum nelayan bekerja di perairan Indonesia.

Sekretaris Jenderal KIARA Abdul Halim di Jakarta, Minggu, mengatakan Progam Legislasi Nasional DPR tahun 2010--2014 "jalan di tempat", sampai akhir masa periode anggota DPR pun belum ada upaya konkret dari negara untuk memberikan payung hukum bagi perlindungan dan pemberdayaan bagi nelayan Indonesia.

Nelayan, ia mengatakan masih dianggap masyarakat kelas dua, padahal peranan mereka dalam pemenuhan gizi bangsa bisa dirasakan setiap hari di piring-piring masyarakat Indonesia.

Padahal pada Juni 2014, lanjutnya, FAO telah mengesahkan Internasional Guidelines for Small Scale Fisheries (IGSSF) yang secara jelas mengakui pentingnya peran nelayan serta pembudidaya skala kecil bagi pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat dunia. Jika melihat langkah positif yang dilakukan FAO dalam mengakui peran nelayan dan pembudidaya, saat ini menjadi momentum penting penyegeraan pembahasan RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan.

Dalam Rembug Pesisir Nelayan se-Sulawesi Tenggara yang difasilitasi oleh KIARA dan JPKP, kata Koordinator JPKP Buton Arman Manila, 20 perwakilan nelayan dan perempuan nelayan dari 13 kabupaten kota mendesak negara untuk menyegerakan mengesahkan RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan.

Nelayan dan pembudidaya Indonesia, lanjutnya, menaruh harapan besar pada hadirnya negara dalam memberikan payung hukum perlindungan hak-hak mereka sebagai pahlawan protein bangsa.

Sementara itu, Ketua Perkumpulan Nelayan dan Perempuan Nelayan Sulawesi Tenggara Beloro mengatakan bahwa mereka melaut dengan risiko besar hilang dan meninggal dunia di laut akibat derasnya ombak Laut Banda dan Laut Flores.

Untuk itu, ia meminta presiden terpilih 2014 nanti harus dapat menyegerakan payung hukum perlindungan dan pemberdayaan nelayan mengingat hingga saat ini nelayan masih mengalami kesulitan ketika mengurus perizinan melaut.

Birokrasi yang berbelit dan minimnya pengetahuan nelayan tradisional Indonesia dalam mengurus izin, manurut dia, juga membuat nelayan menjadi rentan dikriminalisasi.

Hal ini secara langsung berdampak bagi kesejahteraan nelayan tradisional Indonesia dan mengakibatkan kemiskinan semakin merajalela di kampung nelayan.( Waspada Online/Monday, 21 July 2014 )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar