Kamis, 04 September 2014

80% BENCANA DI INDONESIA KARENA PERUBAHAN IKLIM

Perubahan iklim dalam beberapa waktu terakhir mengakibatkan berbagai bencana alam yang berkepanjangan. Hampir 80 persen peristiwa bencana alam di wilayah Asia merupakan akibat dari perubahan iklim global.

“Dampak perubahan iklim baik secara langsung atau tidak telah mendominasi hampir 80 persen kejadian bencana di kawasan Asia termasuk Indonesia,” jelas Ketua Prodi Magister Manajemen Bencana Sekolah Pascasarjana (SPs)UGM, Prof.Dr. Sudibyakto, M.S., saat jumpa pers dalam kegiatan Lokakarya Penyusunan Agenda Riset Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim, Senin (9/12) di Sekolah pascasarjana UGM.

Ia mencontohkan topan Haiyan yang terjadi di Filipina beberapa waktu lalu merupakan bencana yang terjadi karena perubahan iklim. Badai tersebut telah melumpuhkan berbagai sektor kehidupan di Filipina.
“Untuk Indonesia dengan posisi di ekuator menjadikan kita hanya terkena dampak tidak langsung saja baik yang ada di belahan bumi selatan ataupun di utara,” jelasnya

Berbagai  bencana alam seperti banjir, kekeringan, badai tropis, kenaikan muka air laut, peningkatan abrasi, dan ketidakpastian musim menimbulkan dampak serius terhadap seluruh aspek kehidupan. “Beberapa sektor sensitif seperti dalam bidang pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan, pertanian, kesehatan, infrastruktur, transportasi, energi, dan pariwisata, serta sosial humaniora merupakan sektor yang akan terimbas serius apabila terjadi bencana,”paparnya.

Dalam kesempatan itu Sudibyakto juga menyampaikan bahwa Indonesia masih lemah dalam perumusan kebijakan iklim internasional. Pasalnya, hingga saat ini belum banyak dilakukan penelitian terkait dampak perubahan iklim di Indonesia.“Penelitian masih kurang sehingga kita belum bisa membuktikan kalau di Indonesia sudah mengalami perubahan iklim sehingga sampai sekarang kita masih "disetir” oleh negara maju, salah satunya dalam perdagangan karbon,” katanya.

Untuk itu, SPs bersama dengan Prodi Magister Manajemen Bencana mengadakan lokakarya untuk menyusun agenda riset bidang mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim. Melalui kegiatan tersebut diharapkan diperoleh masukan dalam penyusunan agenda riset untuk mengurangi risiko bencana akibat perubahan iklim. Penyusunan agenda riset melibatkan para peniliti dari berbagai bidang ilmu dari 18 fakultas dan Sekolah Pascasarjana UGM.

Sementara Prof. Dr. Dr. KRT. Adi Heru Husodo, M.Sc., DCN., DLSHTM., PKK, dosen Fakultas Kedokteran UGM menyebutkan bahwa perubahan iklim sangat mempengaruhi bidang kesehatan. Salah satunya angka kejadian infeksi akibat virus semakin meningkat. Hal tersebut terjadi karena adanya perubahan suhu yang mendorong perkembangan berbagai virus.
“Infeksi virus tidak hanya yang terkait dengan manusia tetapi juga dari binatang. Apabila terjadi bencana maka pertumbuhan penyakit akan lebih banyak,” ujarnya. (Humas UGM/Ika)

Perubahan iklim dalam beberapa waktu terakhir mengakibatkan berbagai bencana alam yang berkepanjangan. Hampir 80 persen peristiwa bencana alam di wilayah Asia merupakan akibat dari perubahan iklim global.

“Dampak perubahan iklim baik secara langsung atau tidak telah mendominasi hampir 80 persen kejadian bencana di kawasan Asia termasuk Indonesia,” jelas Ketua Prodi Magister Manajemen Bencana Sekolah Pascasarjana (SPs)UGM, Prof.Dr. Sudibyakto, M.S., saat jumpa pers dalam kegiatan Lokakarya Penyusunan Agenda Riset Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim, Senin (9/12) di Sekolah pascasarjana UGM.

Ia mencontohkan topan Haiyan yang terjadi di Filipina beberapa waktu lalu merupakan bencana yang terjadi karena perubahan iklim. Badai tersebut telah melumpuhkan berbagai sektor kehidupan di Filipina.
“Untuk Indonesia dengan posisi di ekuator menjadikan kita hanya terkena dampak tidak langsung saja baik yang ada di belahan bumi selatan ataupun di utara,” jelasnya. Berbagai  bencana alam seperti banjir, kekeringan, badai tropis, kenaikan muka air laut, peningkatan abrasi, dan ketidakpastian musim menimbulkan dampak serius terhadap seluruh aspek kehidupan. “Beberapa sektor sensitif seperti dalam bidang pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan, pertanian, kesehatan, infrastruktur, transportasi, energi, dan pariwisata, serta sosial humaniora merupakan sektor yang akan terimbas serius apabila terjadi bencana,”paparnya.

Dalam kesempatan itu Sudibyakto juga menyampaikan bahwa Indonesia masih lemah dalam perumusan kebijakan iklim internasional. Pasalnya, hingga saat ini belum banyak dilakukan penelitian terkait dampak perubahan iklim di Indonesia.
“Penelitian masih kurang sehingga kita belum bisa membuktikan kalau di Indonesia sudah mengalami perubahan iklim sehingga sampai sekarang kita masih "disetir” oleh negara maju, salah satunya dalam perdagangan karbon,” katanya.

Untuk itu, SPs bersama dengan Prodi Magister Manajemen Bencana mengadakan lokakarya untuk menyusun agenda riset bidang mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim. Melalui kegiatan tersebut diharapkan diperoleh masukan dalam penyusunan agenda riset untuk mengurangi risiko bencana akibat perubahan iklim. Penyusunan agenda riset melibatkan para peniliti dari berbagai bidang ilmu dari 18 fakultas dan Sekolah Pascasarjana UGM.

Sementara Prof. Dr. Dr. KRT. Adi Heru Husodo, M.Sc., DCN., DLSHTM., PKK, dosen Fakultas Kedokteran UGM menyebutkan bahwa perubahan iklim sangat mempengaruhi bidang kesehatan. Salah satunya angka kejadian infeksi akibat virus semakin meningkat. Hal tersebut terjadi karena adanya perubahan suhu yang mendorong perkembangan berbagai virus.
“Infeksi virus tidak hanya yang terkait dengan manusia tetapi juga dari binatang. Apabila terjadi bencana maka pertumbuhan penyakit akan lebih banyak,” ujarnya. (Humas UGM/Ika)

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar