Kamis, 04 September 2014





Dampak Perubahan Iklim Terhadap Dunia

REPUBLIKA.CO.ID, Dampak dari pemanasan global kini telah diteliti oleh para ilmuwan. Berdasarkan laporan dari PBB, dampak perubahan iklim ini sangatlah besar dan parah, bahkan saat ini tidak dapat diubah. Para ilmuwan dan pejabat yang bertemu di Jepang menyampaikan bahwa dokumen tersebut merupakan penilaian yang paling komprehensif terkait perubahan iklim terhadap dunia. Bahkan para anggota panel iklim PBB pun memberikan bukti efek dari perubahan iklim ini.

Saat ini, sistem alam menanggung banyak beban, namun dampak yang lebih besar pada manusia lebih dikhawatirkan. Kesehatan kita, rumah, makanan dan keamanan akan terancam oleh naiknya suhu iklim. Laporan itupun akhirnya disepakati setelah diskusi berjalan hampir seminggu di Yokohama.

Pertemuan tersebut merupakan pertemuan kedua dari serangkaian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) yang menguraikan penyebab, efek, dan solusi dari pemanasan global. Dalam pertemuan itupun, para ilmuwan menunjukan bukti ilmiah terkait dampak pemanasan yang hampir dua kali lipat efeknya sejak laporan terakhir pada 2007.

Dampak pemanasan global dapat terjadi pada mencairnya gletser atau pemanasan permafrost. Selain itu, dampaknya juga akan mempengaruhi sistem alam dan manusia dalam beberapa dekade terakhir. Laporan ini juga memberikan penjelasan dampak jangka pendek pada sistem natural dalam 20 hingga 30 tahun mendatang.
Selain itu, laporan ini juga memberikan penjelasan terkait lima alasan mengapa kita harus lebih khawatir akan dampak dari pemanasan global. Pemanasan global juga mengancam sistem seperti es laut Arktik dan terumbu karang, dimana tingkat resikonya sangat tinggi dengan kenaikan suhu 2 celcius.

"Tak seorang pun di planet ini yang tidak akan terkena dampak perubahan iklim," kata ketua IPCC Rajendra Pachauri di Yokohama.

Dr Saleemul Hug, seorang penulis dari salah satu bab dalam dokumen tersebut juga memberikan pernyataannya. "Sebelum pertemuan ini, kami pikir kami tahu bahwa ini terjadi, tetapi sekarang kami memiliki bukti bahwa ini terjadi dan ini nyata," katanya.

Sedangkan, Michel Jarraud, sekjen Organisasi Meteorologi, sebelumnya mengatakan bahwa orang-orang dapat merusak iklim bumi karena ketidaktahuannya. "Sekarang, ketidaktahuan tidak lagi menjadi alasan yang baik," katanya.
Menurutnya, laporan itu pun berdasarkan lebih dari 12 ribu penelitian ilmiah. "Dokumen ini adalah bukti yang paling kuat di semua disiplin ilmu," katanya. Dampaknya juga berpengaruh pada laut dan sistem air tawar. Lautan akan menjadi lebih asam sehingga mengancam terumbu karang dan banyak spesies lainnya.

Di darat, hewan, tumbuhan, dan spesies lainnya akan mulai bergerak menuju tempat yang lebih tinggi atau ke arah kutub karena naiknya merkuri. Meskipun begitu, manusia juga akan semakin terpengaruh.

Ketahanan pangan pun juga disoroti karena menjadi hal yang penting. Hasil panen jagung, beras, dan gandum akan merosot pada 2050 hingga sepersepuluh dan menyebabkan kerugian lebih dari 25 persen. Setelah 2050, resiko merosotnya hasil panen pun akan lebih parah. Sementara itu, permintaan makanan pun diperkirakan akan meningkat hingga sembilan miliar. Tak hanya itu, banyak spesies ikan yang menjadi sumber makanan penting bagi manusia pun akan pindah karena perairan menghangat.
REPUBLIKA ONLINE

80% BENCANA DI INDONESIA KARENA PERUBAHAN IKLIM

Perubahan iklim dalam beberapa waktu terakhir mengakibatkan berbagai bencana alam yang berkepanjangan. Hampir 80 persen peristiwa bencana alam di wilayah Asia merupakan akibat dari perubahan iklim global.

“Dampak perubahan iklim baik secara langsung atau tidak telah mendominasi hampir 80 persen kejadian bencana di kawasan Asia termasuk Indonesia,” jelas Ketua Prodi Magister Manajemen Bencana Sekolah Pascasarjana (SPs)UGM, Prof.Dr. Sudibyakto, M.S., saat jumpa pers dalam kegiatan Lokakarya Penyusunan Agenda Riset Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim, Senin (9/12) di Sekolah pascasarjana UGM.

Ia mencontohkan topan Haiyan yang terjadi di Filipina beberapa waktu lalu merupakan bencana yang terjadi karena perubahan iklim. Badai tersebut telah melumpuhkan berbagai sektor kehidupan di Filipina.
“Untuk Indonesia dengan posisi di ekuator menjadikan kita hanya terkena dampak tidak langsung saja baik yang ada di belahan bumi selatan ataupun di utara,” jelasnya

Berbagai  bencana alam seperti banjir, kekeringan, badai tropis, kenaikan muka air laut, peningkatan abrasi, dan ketidakpastian musim menimbulkan dampak serius terhadap seluruh aspek kehidupan. “Beberapa sektor sensitif seperti dalam bidang pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan, pertanian, kesehatan, infrastruktur, transportasi, energi, dan pariwisata, serta sosial humaniora merupakan sektor yang akan terimbas serius apabila terjadi bencana,”paparnya.

Dalam kesempatan itu Sudibyakto juga menyampaikan bahwa Indonesia masih lemah dalam perumusan kebijakan iklim internasional. Pasalnya, hingga saat ini belum banyak dilakukan penelitian terkait dampak perubahan iklim di Indonesia.“Penelitian masih kurang sehingga kita belum bisa membuktikan kalau di Indonesia sudah mengalami perubahan iklim sehingga sampai sekarang kita masih "disetir” oleh negara maju, salah satunya dalam perdagangan karbon,” katanya.

Untuk itu, SPs bersama dengan Prodi Magister Manajemen Bencana mengadakan lokakarya untuk menyusun agenda riset bidang mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim. Melalui kegiatan tersebut diharapkan diperoleh masukan dalam penyusunan agenda riset untuk mengurangi risiko bencana akibat perubahan iklim. Penyusunan agenda riset melibatkan para peniliti dari berbagai bidang ilmu dari 18 fakultas dan Sekolah Pascasarjana UGM.

Sementara Prof. Dr. Dr. KRT. Adi Heru Husodo, M.Sc., DCN., DLSHTM., PKK, dosen Fakultas Kedokteran UGM menyebutkan bahwa perubahan iklim sangat mempengaruhi bidang kesehatan. Salah satunya angka kejadian infeksi akibat virus semakin meningkat. Hal tersebut terjadi karena adanya perubahan suhu yang mendorong perkembangan berbagai virus.
“Infeksi virus tidak hanya yang terkait dengan manusia tetapi juga dari binatang. Apabila terjadi bencana maka pertumbuhan penyakit akan lebih banyak,” ujarnya. (Humas UGM/Ika)

Perubahan iklim dalam beberapa waktu terakhir mengakibatkan berbagai bencana alam yang berkepanjangan. Hampir 80 persen peristiwa bencana alam di wilayah Asia merupakan akibat dari perubahan iklim global.

“Dampak perubahan iklim baik secara langsung atau tidak telah mendominasi hampir 80 persen kejadian bencana di kawasan Asia termasuk Indonesia,” jelas Ketua Prodi Magister Manajemen Bencana Sekolah Pascasarjana (SPs)UGM, Prof.Dr. Sudibyakto, M.S., saat jumpa pers dalam kegiatan Lokakarya Penyusunan Agenda Riset Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim, Senin (9/12) di Sekolah pascasarjana UGM.

Ia mencontohkan topan Haiyan yang terjadi di Filipina beberapa waktu lalu merupakan bencana yang terjadi karena perubahan iklim. Badai tersebut telah melumpuhkan berbagai sektor kehidupan di Filipina.
“Untuk Indonesia dengan posisi di ekuator menjadikan kita hanya terkena dampak tidak langsung saja baik yang ada di belahan bumi selatan ataupun di utara,” jelasnya. Berbagai  bencana alam seperti banjir, kekeringan, badai tropis, kenaikan muka air laut, peningkatan abrasi, dan ketidakpastian musim menimbulkan dampak serius terhadap seluruh aspek kehidupan. “Beberapa sektor sensitif seperti dalam bidang pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan, pertanian, kesehatan, infrastruktur, transportasi, energi, dan pariwisata, serta sosial humaniora merupakan sektor yang akan terimbas serius apabila terjadi bencana,”paparnya.

Dalam kesempatan itu Sudibyakto juga menyampaikan bahwa Indonesia masih lemah dalam perumusan kebijakan iklim internasional. Pasalnya, hingga saat ini belum banyak dilakukan penelitian terkait dampak perubahan iklim di Indonesia.
“Penelitian masih kurang sehingga kita belum bisa membuktikan kalau di Indonesia sudah mengalami perubahan iklim sehingga sampai sekarang kita masih "disetir” oleh negara maju, salah satunya dalam perdagangan karbon,” katanya.

Untuk itu, SPs bersama dengan Prodi Magister Manajemen Bencana mengadakan lokakarya untuk menyusun agenda riset bidang mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim. Melalui kegiatan tersebut diharapkan diperoleh masukan dalam penyusunan agenda riset untuk mengurangi risiko bencana akibat perubahan iklim. Penyusunan agenda riset melibatkan para peniliti dari berbagai bidang ilmu dari 18 fakultas dan Sekolah Pascasarjana UGM.

Sementara Prof. Dr. Dr. KRT. Adi Heru Husodo, M.Sc., DCN., DLSHTM., PKK, dosen Fakultas Kedokteran UGM menyebutkan bahwa perubahan iklim sangat mempengaruhi bidang kesehatan. Salah satunya angka kejadian infeksi akibat virus semakin meningkat. Hal tersebut terjadi karena adanya perubahan suhu yang mendorong perkembangan berbagai virus.
“Infeksi virus tidak hanya yang terkait dengan manusia tetapi juga dari binatang. Apabila terjadi bencana maka pertumbuhan penyakit akan lebih banyak,” ujarnya. (Humas UGM/Ika)

 

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM

Krisis perubahan iklim akan terus menjadi berita utama pada 2013. Emisi gas rumah kaca terus naik. Suhu bumi terus meningkat.
Dunia dituntut untuk saling bersinergi dan membantu mengatasi perubahan iklim. Mereka yang telah menikmati kemajuan ekonomi, harus membantu mereka yang kurang beruntung yang terus menjadi korban akibat pemanasan global dan cuaca ekstrem.
Untuk Anda, Sahabat Hijauku, kami pilihkan 12 artikel terpenting yang mencerminkan kondisi terkini perubahan iklim dan upaya dunia dalam mengatasinya.
1. Anak-Anak Korban Utama Perubahan Iklim
Di seluruh dunia, mulai dari Kenya, Filipina, Haiti, Bangladesh hingga Ethiopia, anak-anak berada dalam posisi yang paling rentan saat terjadi bencana akibat perubahan iklim.
2. Perubahan Iklim Ancam Keamanan Global
Perubahan iklim mengancam keamanan dunia. Semua negara di dunia dituntut untuk berkoordinasi mengatasinya.
3. Kesempatan Kedua untuk Protokol Kyoto
Setelah mengalami perpanjangan waktu – seperti yang terjadi pada COP17 di Durban, Afrika Selatan – konferensi perubahan iklim (COP18) di Doha, Qatar telah berakhir. Sebanyak 200 negara sepakat memerpanjang periode Protokol Kyoto hingga 2020.
4. Emisi CO2 Asia Naik Lampaui Pertumbuhan Ekonomi
Emisi CO2 dari sektor transportasi di Asia naik lebih cepat dari pertumbuhan ekonomi dan akan berlipat ganda dalam 7 tahun mendatang.
5. Air Laut Naik Lebih Cepat dari Prediksi IPCC
Permukaan air laut naik 60% lebih cepat dari perkiraan lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa, IPCC. Hal ini terungkap dari hasil penelitian terbaru yang diterbitkan dalam jurnal online IOP.
6. Negara Maju Gagal Penuhi Bantuan Perubahan Iklim
Negara maju gagal memenuhi janji bantuan perubahan iklim ke negara berkembang dan miskin. Fakta ini terungkap dalam laporan terbaru yang dirilis oleh International Institute for Environment and Development (IIED).
7. Pengurangan Emisi Masuki Masa Kritis
Target dunia menjaga kenaikan suhu bumi rata-rata di bawah 2°C masih bisa tercapai, namun waktu semakin sempit.
8. 5 Kota Asia Paling Rentan Perubahan Iklim
Dhaka, Manila, Bangkok, Yangon dan Jakarta akan menjadi kota yang paling parah terkena dampak perubahan iklim. Kesimpulan ini terungkap dalam laporan Climate Change and Environmental Risk Atlas ke-5 yang dirilis Maplecroft.
9. Solusi Pangan Selamatkan Alam
Tantangan memenuhi kebutuhan pangan tanpa merusak lingkungan semakin berat. Namun solusi tersedia.
10. Mengatasi Bencana dengan Informasi
Situasi darurat bencana ini terus terjadi setiap tahun. Sekitar 80-90% bencana alam dunia dipicu oleh banjir, kekeringan, puting beliung tropis, gelombang panas dan badai. Kondisi ini mencabut nyawa, merusak infrastruktur sosial dan ekonomi serta menurunkan kualitas ekosistem yang sudah terlanjur rentan.
11. Penduduk Miskin Korban Utama Perubahan Iklim
Sebanyak 2,6 miliar penduduk termiskin menjadi kelompok yang paling rentan terkena dampak perubahan iklim.
12. Perubahan Iklim: Mencegah Lebih Baik dari Mengobati
Perubahan iklim menelan korban rata-rata 400.000 jiwa per tahun. Ekonomi dunia saat ini yang penuh polusi bertanggung jawab atas rata-rata 4,5 juta kematian per tahun. Kurangi dan cegah dampak perubahan iklim sekarang juga.
Mari bersama terus beraksi dan berbagi inspirasi hijau di 2013.
Redaksi Hijauku.com

STOP MAFIA PERIKANAN

Jokowi-JK Perlu Menutup Celah Regulasi

JAKARTA, KOMPAS – Mafia perikanan menjadi salah satu praktik mafia yang harus dibereskan pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Praktik mafia yang menggerogoti kekayaan maritim Indonesia itu selama ini tumbuh subur karena celah regulasi.

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan Abdul Halim berpendapat, Selasa (2/9), sejumlah celah regulasi membuka peluang praktik mafia perikanan. Regulasi tersebut, antara lain, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (Permen-KP) Nomor 26/PERMEN-KP/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.30/MEN/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan RI.

Meskipun regulasi usaha perikanan tangkap telah direvisi, hal itu tidak mampu menyelesaikan pencurian ikan di Indonesia, bahkan terkesan memberikan kelonggaran terhadap potensi penangkapan ikan ilegal.

Dalam Pasal 19, misalnya, persyaratan permohonan surat izin penangkapan ikan bagi kapal di atas 30 gross tone (GT) tak lagi wajib memenuhi surat keterangan pemasangan transmitter vessel monitoring system. Permen-KP No.26/2013 melonggarkan kewajiban pembuatan surat keterangan itu menjadi surat pernyataan kesanggupan memasang dan mengaktifkan transmiter sebelum menangkap ikan.

“Dengan tidak diwajibkannya pemasangan transmitter vessel monitoring system kepada usaha perikanan tangkap oleh asing, pencurian ikan di perairan Indonsia meningkat,” katanya.

Senada dengan hal itu, Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice Riza Damanik mengemukakan, tekad pemerintahan baru untuk memberantas mafia harus dibuktikan dengan menuntaskan mafia perikanan.

Modus mafia perikanan, di antaranya, menggunakan kapal-kapal besar berbendera ganda untuk menangkap ikan di perairan Indonesia, serta memanfaatkan BBM bersubsidi nelayan tetapi melarikan ikan hasil tangkapan tersebut ke luar negeri.

Studi tahun 2014 Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) menakar kerugian akibat penangkapan  ikan ilegal di dunia yang mencapai 11 juta-26 juta ton per tahun dengan total kerugian ditaksir 10 miliar-23 miliar dollar AS. Dari jumlah itu, 30 persen kejahatan perikanan dunia berlangsung di perairan Indonesia. Dengan ukuran FAO itu, potensi penerimaan ikan yang hilang akibat penangkapan ilegal di Indonesia mencapai Rp 100 triliun.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo menilai, mafia perikanan kemungkinan terkait dengan pencurian ikan. Meski demikian, fenomena pencurian ikan terjadi hampir di seluruh dunia. “Pencurian ikan bukan hanya di Indonesia, dunia juga,” katanya.

Pengamat ekonomi Faisal Basri berpendapat, para mafia itu dalam istilah ekonomi dikenal sebagaifree riders (penunggang gratis) atau rent seeker (pemburu rente). Faisal menilai, para pemburu rented an penunggang gratis ini leluasa menggasak rente ekonomi dan bahkan merampok hak orang lain. Ada yang lewat jalur formal, seperti penetapan harga bawah dan harga atas untuk jasa asuransi dengan terlebih dahulu menaikkan sampai tiga kali lipat premi asuransi.

Peneliti Institute for Strategic Initiatives, Luky Djani, mengingatkan, untuk membentengi dari praktik mafia, pemerintah baru perlu segera mengajukan Rancangan UU Anti Konflik Kepentingan. Ini juga janji yang belum ditepati pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono.***

Sumber: Kompas, 3 September 2014

PROFIL JPKP BUTON

PROFIL JPKP BUTON

BUTON COASTAL AREA DEVELOPMENT NETWORK
PROFILE



BACKGROUND

There are two major paradoxes that emerge when coastal regions are discussed: a high level of poverty compared to abundant coastal/marine resources, and secondly, environmental and ecosystem damage that rapidly occurs in the midst of the much-lauded indigenous knowledge. This has taken place in nearly every coastal region in Indonesia, including in South East Sulawesi and especially in Buton ( geographically and culturally ). The issue of poverty and the issue of environmental damage/decreased quality of natural resources are major problems that don,t have easy solutions because the causes and aspects of these issues are multi-dimensional and complicated.

As a result of the complicated nature and multiple dimensions of the issues facing coastal areas, many stakeholders need to take a role in overcoming these problems, especially within the poor and marginalized communities ( fisherman and cultivators ). This principle formed the basis for the birth of an NGO network know as JARINGAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR ( JPKP ) BUTON. This network came to life on the 24th June 2002 and consisted of 7 NGOs from Buton : LembagaPelestarian Lingkungan dan Pengembangan Masyarakat ( LINTAS ), Yayasan Buana Hijau, Lembaga Peduli Lingkungan Tanpa Batas ( PELINTAS ), Yayasan PRIMA, Yayasan RAMPEA, Yayasan Pengembangan Potensi Daerah ( YAMANSIDA ) and Yayasan Pengembangan Kawasan Pantai ( YASNAWAN ). In October 2004, JPKP decided to acquire legal status and add two more members, LSAIN ( Lembaga Suaka Alam Indonesia ) and HUMANIORA. As often with development of networks, internal changes occurred, especially in terms of mechanisms and organizational rules, which were then formalized in a statute, Standard Operational Procedure and other supporting regulations. JPKP BUTON, with the resources is possesses, continues to work for positive social change in coastal regions and continues to learn from dynamic and complex social and environmental problems.

VISION

Realizing marine and coastal natural resource management, that is participative, just, community-based and sustainable, in order to increase the people’s prosperity



MISSION

Encourage and facilitate community empowerment and the management , use and conservation of coastal and marine areas using a community – based approach.
Encourage capacity strengthening in the community and for NGOs working to support the empowerment of coastal communities


ACTIVITIES

Advocacy
Capacity Building
Marine Biodiversity and eco-system conservation
Economic Development and Empowerment
Developing Marine Commodity Cultivation
Food Security
Technical Assistance
Climate Change
Study, Research and Surveys


NGO MEMBERS OF JPKP

Lembaga Pelestarian Lingkungan dan Pengembangan Masyarakat ( LINTAS )
Yayasan Buana Hijau
Lembaga Perlindungan Tanpa Batas ( PELINTAS )
Yayasan PRIMA
Yayasan RAMPEA
YAMANSIDA
YASNAWAN
LSAIN
HUMANIORA
LAWA TOUDANI

PROGRAMS


1. Program Coastal Resources, Environmental and Economic Development ( CREED PROGRAM ). In Cooperation with OXFAM GB from October 2002 – April 2006. This Program focused on economic empowerment and coastal environmental protection in 8 villages in Buton sub-district and Bau – Bau municipality. Over three years, this program benefitted 823 people ( 604 men and 219 women ) with a total budget of Rp. 1. 565.707.000
2. Baseline Study: Coastal Resources and Pattern of Use in Lakonea Village, North Buton, South East Sulawesi, Indonesia in cooperation with CBCRM Resource Center Philippines from 1 September 2003 – 28 Pebruary 2004 with funding totaling US$ 2.304

3. Program Driving Change: Strengthening Civil Society Engagement in The Planning, Implementation and Monitoring of Pro-Poor Local Policies in Indonesia with OXFAM GB and funding from DfID from February 2006 – March 2008. This program is an advocacy program aimed at encouraging policy change towards a pro-poor perspective with a budget of Rp. 1.241.480.000.

4. Program Building Opportunity: Strengthening the Capacity of Poor Small Island Communities in Indonesia to Develop Sustainable Livelihoods in cooperation with the European Commision ( EC ) and OXFAM GB from February 2006 – March 2010. This program focused on food security issues and incomes of poor communities in small islands in 20 villages in 4 sub-district/municipalities : Buton sub-district ( 11 locations ), Bau – Bau Municipalities ( 5 locations ), Bombana sub-district ( 2 locations ) and Muna sub-district ( locations ). The four year program will use Rp. 2.457.600.000,- which will be provided by both the EC ( 74% ) and OGB ( 26% )

5. Pilot Project Organic Farming Certification in cooperation with The Organic Alliance of Indonesia – the pilot be implemented in 2007 ( 1 years ) and will include status assessment for farming organizations in the pilot location in Buton sub-district ( 2 locations ), and will be do the training for Internal Control System and Ispection/Certification





6. Women fhiseries adaptation and Strategic economic for antisipation climate change impact ( 6 month ) in 2 Village ( Bakealu, Kulese ), colaboration with KIARA Jakarta - September 2014 - Maret 2015
NETWORKING

JPKP BUTON participates in a number of national – level organizations such as KIARA ( Koalisi Ikan Untuk Rakyat ), FFTI ( Forum Fair Trade Indonesia ) and Jaringan Aksi Pangan Indonesia ( FIAN Indonesia )

CONTACT PERSON

ARMAND MANILA NUHU ( General Coordinator )
 HP : 081245520005 - 082189456000
Email : jpkpbuton@yahoo.co.id
Head Office : Imam Bonjol Street 13th Bau – Bau South East Sulawesi Indonesia

RPP NELAYAN AKAN DISUSUN

Disusun, Rancangan PP untuk Nelayan

JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pemberdayaan Nelayan Kecil dan Pembudidaya Ikan Kecil untuk mendorong kapasitas usaha nelayan. RPP ini ditargetkan tuntas paling lambat akhir September 2014.

Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan Sjarief Widjaja, di Jakarta, Jumat (29/8), mengemukakan penyusunan rancangan peraturan pemerintah (RPP) itu melibatkan 13 lembaga atau kementerian.

Ketentuan tersebut terdiri atas delapan bab, yang mencakup skim kredit, penumbuhkembangan kelompok dan koperasi perikanan, daerah penangkapan dan pembudidayaan ikan, pendanaan dan pembiayaan, serta kemitraan usaha.

Penyusun RPP tersebut merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perikanan juncto Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Pasal 64. Sudah lima tahun terakhir penyusunannya tertunda.

Salah satu poin dalam RPP itu adalah penegmabngan kelompok usaha untuk meningkatkan kemandirian ekonomi, berupa kelompok usaha bersama dan koperasi perikanan. Ada juga pemberdayaan perempuan nelayan melalui usaha perikanan dan non-perikanan, diversifikasi usaha, peningkatan peran perempuan dalam perencanaan, penganggaran, dan pengawasan.

Menurut Sjarief, pembentukan sejumlah kelompok usaha tersebut akan melindungi nelayan dalam suatu badan hukum.

“Kami mendorong nelayan yang selama ini kerap bekerja individual untuk menjadi kelompok badan usaha, bisa koperasi, CV, atau PT,” ujar Sjarief.
Ketentuan itu juga membebaskan nelayan kecl menangkap ikan di seluruh wilayah pengelilaan perikanan RI. Namun, mereka tetap wajib menaati ketentuan konservasi dan ketentuan lain.

Saat ini, nelayan di Indonesia sekitar 2,7 juta jiwa, dengan 95,6 persen di antaranya nelayan tradisional. Sekitar 1,1 juta nelayan bekerja penuh, sedangkan 1,6 juta nelayan bekerja paruh waktu.

Perlindungan nelayan
Meski demikian, RPP Pemberdayaan Nelayan Kecil belum spesifik mengatur jaminan dan asuransi perlindungan terhadap kecelakaan dan paceklik nelayan. Setiap tahun, nelayan hanya efektif sekitar 9 bulan. Selebihnya, nelayan mengalami musim paceklik akibat cuaca buruk, angin, dan gelombang.

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mencatat, nelayan yang hilang atau kecelakaan di laut terus meningkat. Pada 2013, korban mencapai 225 nelayan, naik dibandingkan tahun 2012 sebanyak 186 nelayan. Sepanjang awal hingga pertengahan 2014, ada 69 nelayan yang hilang atau kecelakaan di laut.

Abdul Halim, Sekretaris Jenderal Kiara, mengemukakan, RPP Pemberdayaan Nelayan Kecil harus mampu menjamin perlindungan nelayan dari hulu ke hilir, mulai dari pra produksi, masa produksi, saat pengolahan, hingga masa pemasaran.***

Sumber: Kompas, 30 Agustus 2014