Perubahan iklim dalam beberapa waktu terakhir mengakibatkan berbagai
bencana alam yang berkepanjangan. Hampir 80 persen peristiwa bencana
alam di wilayah Asia merupakan akibat dari perubahan iklim global.
“Dampak perubahan iklim baik secara langsung atau tidak telah
mendominasi hampir 80 persen kejadian bencana di kawasan Asia termasuk
Indonesia,” jelas Ketua Prodi Magister Manajemen Bencana Sekolah
Pascasarjana (SPs)UGM, Prof.Dr. Sudibyakto, M.S., saat jumpa pers dalam
kegiatan Lokakarya Penyusunan Agenda Riset Mitigasi dan Adaptasi
Perubahan Iklim, Senin (9/12) di Sekolah pascasarjana UGM.
Ia mencontohkan topan Haiyan yang terjadi di Filipina beberapa waktu
lalu merupakan bencana yang terjadi karena perubahan iklim. Badai
tersebut telah melumpuhkan berbagai sektor kehidupan di Filipina.
“Untuk Indonesia dengan posisi di ekuator menjadikan kita hanya
terkena dampak tidak langsung saja baik yang ada di belahan bumi selatan
ataupun di utara,” jelasnya
Berbagai bencana alam seperti banjir, kekeringan, badai tropis,
kenaikan muka air laut, peningkatan abrasi, dan ketidakpastian musim
menimbulkan dampak serius terhadap seluruh aspek kehidupan. “Beberapa
sektor sensitif seperti dalam bidang pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan, pertanian, kesehatan, infrastruktur, transportasi, energi,
dan pariwisata, serta sosial humaniora merupakan sektor yang akan
terimbas serius apabila terjadi bencana,”paparnya.
Dalam kesempatan itu Sudibyakto juga menyampaikan bahwa Indonesia
masih lemah dalam perumusan kebijakan iklim internasional. Pasalnya,
hingga saat ini belum banyak dilakukan penelitian terkait dampak
perubahan iklim di Indonesia.“Penelitian masih kurang sehingga kita belum bisa membuktikan kalau
di Indonesia sudah mengalami perubahan iklim sehingga sampai sekarang
kita masih "disetir” oleh negara maju, salah satunya dalam perdagangan
karbon,” katanya.
Untuk itu, SPs bersama dengan Prodi Magister Manajemen Bencana
mengadakan lokakarya untuk menyusun agenda riset bidang mitigasi bencana
dan adaptasi perubahan iklim. Melalui kegiatan tersebut diharapkan
diperoleh masukan dalam penyusunan agenda riset untuk mengurangi risiko
bencana akibat perubahan iklim. Penyusunan agenda riset melibatkan para
peniliti dari berbagai bidang ilmu dari 18 fakultas dan Sekolah
Pascasarjana UGM.
Sementara Prof. Dr. Dr. KRT. Adi Heru Husodo, M.Sc., DCN., DLSHTM.,
PKK, dosen Fakultas Kedokteran UGM menyebutkan bahwa perubahan iklim
sangat mempengaruhi bidang kesehatan. Salah satunya angka kejadian
infeksi akibat virus semakin meningkat. Hal tersebut terjadi karena
adanya perubahan suhu yang mendorong perkembangan berbagai virus.
“Infeksi
virus tidak hanya yang terkait dengan manusia tetapi juga dari
binatang. Apabila terjadi bencana maka pertumbuhan penyakit akan lebih
banyak,” ujarnya. (Humas UGM/Ika)
Perubahan iklim dalam beberapa waktu terakhir mengakibatkan berbagai
bencana alam yang berkepanjangan. Hampir 80 persen peristiwa bencana
alam di wilayah Asia merupakan akibat dari perubahan iklim global.
“Dampak perubahan iklim baik secara langsung atau tidak telah
mendominasi hampir 80 persen kejadian bencana di kawasan Asia termasuk
Indonesia,” jelas Ketua Prodi Magister Manajemen Bencana Sekolah
Pascasarjana (SPs)UGM, Prof.Dr. Sudibyakto, M.S., saat jumpa pers dalam
kegiatan Lokakarya Penyusunan Agenda Riset Mitigasi dan Adaptasi
Perubahan Iklim, Senin (9/12) di Sekolah pascasarjana UGM.
Ia mencontohkan topan Haiyan yang terjadi di Filipina beberapa waktu
lalu merupakan bencana yang terjadi karena perubahan iklim. Badai
tersebut telah melumpuhkan berbagai sektor kehidupan di Filipina.
“Untuk Indonesia dengan posisi di ekuator menjadikan kita hanya
terkena dampak tidak langsung saja baik yang ada di belahan bumi selatan
ataupun di utara,” jelasnya. Berbagai bencana alam seperti banjir, kekeringan, badai tropis,
kenaikan muka air laut, peningkatan abrasi, dan ketidakpastian musim
menimbulkan dampak serius terhadap seluruh aspek kehidupan. “Beberapa
sektor sensitif seperti dalam bidang pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan, pertanian, kesehatan, infrastruktur, transportasi, energi,
dan pariwisata, serta sosial humaniora merupakan sektor yang akan
terimbas serius apabila terjadi bencana,”paparnya.
Dalam kesempatan itu Sudibyakto juga menyampaikan bahwa Indonesia
masih lemah dalam perumusan kebijakan iklim internasional. Pasalnya,
hingga saat ini belum banyak dilakukan penelitian terkait dampak
perubahan iklim di Indonesia.
“Penelitian masih kurang sehingga kita belum bisa membuktikan kalau
di Indonesia sudah mengalami perubahan iklim sehingga sampai sekarang
kita masih "disetir” oleh negara maju, salah satunya dalam perdagangan
karbon,” katanya.
Untuk itu, SPs bersama dengan Prodi Magister Manajemen Bencana
mengadakan lokakarya untuk menyusun agenda riset bidang mitigasi bencana
dan adaptasi perubahan iklim. Melalui kegiatan tersebut diharapkan
diperoleh masukan dalam penyusunan agenda riset untuk mengurangi risiko
bencana akibat perubahan iklim. Penyusunan agenda riset melibatkan para
peniliti dari berbagai bidang ilmu dari 18 fakultas dan Sekolah
Pascasarjana UGM.
Sementara Prof. Dr. Dr. KRT. Adi Heru Husodo, M.Sc., DCN., DLSHTM.,
PKK, dosen Fakultas Kedokteran UGM menyebutkan bahwa perubahan iklim
sangat mempengaruhi bidang kesehatan. Salah satunya angka kejadian
infeksi akibat virus semakin meningkat. Hal tersebut terjadi karena
adanya perubahan suhu yang mendorong perkembangan berbagai virus.
“Infeksi
virus tidak hanya yang terkait dengan manusia tetapi juga dari
binatang. Apabila terjadi bencana maka pertumbuhan penyakit akan lebih
banyak,” ujarnya. (Humas UGM/Ika)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar